SEMUANYA DIALIHKAN KE LINK BERIKUT !
HTTPS://WWW.WATTPAD.COM/INSAN_SAN
TERIMA KASIH.
-AUTHOR-
Kumpulan Coretanku :)
Terkadang aku sendiri bingung dengan apa yang aku tulis, karena aku hanya menulis apa yang aku pikiran.
Senin, 01 Agustus 2016
Jumat, 27 Maret 2015
ANNOUNCEMENT!
BLOG HIATUS!
SEDANG DALAM PROSES PERBAIKAN DAN PERPINDAHAN!
TERIMA KASIH YANG SUDAH PERNAH DATANG BERKUNJUNG..
- AUTHOR -
SEDANG DALAM PROSES PERBAIKAN DAN PERPINDAHAN!
TERIMA KASIH YANG SUDAH PERNAH DATANG BERKUNJUNG..
- AUTHOR -
Selasa, 29 April 2014
Mingen
Lari!! Cepat Lari!!
Ayah!! Ibu!!
Lari!! Apapun yang terjadi
lari!!!
“Aaaa!!” ia berteriak
sejadi-jadinya. Keringat mengucur deras melalui setiap lubang pori-pori di tubuhnya.
Membuat kaos putihnya basah. Jantungnya kembali bergebup kencang seirama dengan
alunan nafasnya yang berantakan. Lingkaran terang bulan purnama terlihat dari
balik jendela. Tirai menari-nari, sedikit memperlihatkan dunia luar malam ini.
Malam yang sama seperti dua belas tahun lalu. Dalam satu malam sebagian besar
kehidupannya lenyap.
“Ben, apa
kau baik-baik saja?” Laki-laki itu kembali terperanjat. Mengerjapakan matanya
beberapa kali, sosok mungil berdiri di ambang pintu dengan wajah khawatir
seperti biasa. Perlahan gadis itu masuk, meskipun dengan ragu. Mata bulatnya
yang bening dapat melihat dengan jelas kalau laki-laki yang tengah duduk di
atas ranjang itu, baru saja teringat kenangan buruk.
“Tenanglah, kau baik-baik saja. Itu hanya mimpi.” Dalam
dekapannya, gadis itu bisa merasakan getaran yang begitu hebat menyelubungi
setiap sisi tubuh Ben.
“Aku akan selalu disampingmu. Tenanglah,” sambung gadis itu.
Mungkin Nanti
Aku hanya
bisa mengangguk saat Bion bertanya, apakah aku baru saja menangis. Kurasa ini
akibat dari suasana hatiku yang buruk belakangan ini. Dia hanya mematung,
memfokuskan pandangannya ke arahku. Setiap kubaca pesan di ponselku, air mataku
selalu tidak terkendali. Kututup wajahku yang buruk dengan kedua tanganku. Tidak
lama kemudian aku merasakan badanku tertarik ke samping dan menempel di pundak yang
kuat, aku tahu, itu adalah pundak Bion.
“Aku
merindukannya. Aku sangat merindukannya,” ucapku pelan dan bergetar. Dadaku
terasa sesak saat berusaha mengatakan kata ‘merindukannya’.
Minggu, 27 April 2014
Hanya Berputar, Selebihnya Sama
Dua
tahun lalu, untuk pertama kalinya Kaoru menginjak bumi Indonesia, terlebih Jawa.
Ia mengenakan pakaian bergaya harajuku membuat Sheila terpikat. Mereka keluar
dari pintu kedatangan yang sama. Tanpa malu, Sheila langsung lari ke tempat Kaoru
dan mengajaknya foto bersama, berkenalan, bahkan meminta nomer ponsel dan
emailnya. Sheila yang memang sangat menyukai semua hal yang berhubungan dengan
Jepang, sangat tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Dia membuat misi untuk
menjadikan gadis Jepang itu temannya.
Sampai sekarang ia masih tidak menyangka bahwa misinya bisa
terwujud bahkan lebih. Sheila terkekeh sendirian di kamarnya. Mengenang masa
dimana ia berusaha keras dan akhirnya mereka bisa berteman bahkan bersahabat
seperti sekarang ini.
Dentingan jam kuno di ruang tamu mengagetkannya. Ia sontak
menoleh ke arah jam beker di atas meja kecil. Dua belas malam. Televisi masih
menyala. Setelah diperhatikan lebih lama, ternyata channel itu sedang
memutarkan film horror. Ia buru-buru mencari remote dan menggantinya, tapi
entah hari apa ini, semua saluran seakan bekerja sama. Tombol off menjadi
keputusan terakhir.
Jumat, 25 April 2014
Aku Juga
“Awas!!” teriaknya. Kedua kakinya dengan reflek bergerak. Ia
berlari lalu mendorong Vila yang tanpa sengaja membuat gadis itu terbentur
tiang lampu jalan. Masih ditambah Gilang yang tak bisa mengerem kecepatan
kakinya, membuat lengan gadis itu harus menerima badan besar seketika.
“Aw!” Vila
menggosok-gosok lengan atasnya. Menatap dengan jengkel laki-laki disebelahnya.
“Makasih,” sahutnya dongkol. Gilang mendengus, kemudian tanpa sadar tangan
kanannya mengacak-acak rambut gadis yang terlihat sangat kesakitan. Dua tiga
empat detik kemudian, Gilang baru sadar kalau ada luka di dahi Vila. Itu pasti
karena benturan barusan.
“Kepala
kamu sakit?” tanyanya sambil menunjuk-nunjuk dahinya sendiri. Vila mengangguk.
Sesekali ia mencoba menyentuh lukanya. Gilang menatap gadis itu penuh rasa kasihan.
Jari telunjuknya dengan hati-hati mencoba menyibakan poni yang menutupi luka
yang tidak terlalu serius itu. Hanya sedikit memar dan ada sedikit darah yang
keluar. Gilang mengambil sapu tangan dari saku celana belakangnya. Pelan-pelan
ia membersihkan darah di dahi Vila tanpa permisi. Orang-orang berlalu lalang
memperhatikan mereka. Bagaimana tidak, baru saja Vila hampir menjadi korban
tabrakan. Bagaimana mereka tidak diperhatikan banyak orang kalau setiap Gilang menyentuh
lukanya dengan sapu tangan, Vila pasti berteriak atau mengerang padahal mereka
masih berada di pinggir jalan raya.
“Hussttt!!”
desis Gilang dengan nada sedikit mengancam. Vila memukul-mukul tangan Gilang
yang terus membersihkan darah di dahi Vila sambil sesekali meniup-niup kecil di
daerah lukanya. Jujur saja, siapa yang merasa tidak salah tingkah kalau
diperlakukan seperti itu? Vila pun merasakannya. Jantungnya berdebar kuat
setiap hembusan nafas Gilang menyentuh kulit wajahnya.
Minggu, 13 April 2014
Under Sea
Ia
tersenyum santai menikmati jari-jari kecil yang mengusap, melipat-lipat
kulitnya, memberi tekanan di titik-titik tertentu. Ketika sesuatu yang dingin
bergerak sedikit demi sedikit memenuhi bagian belakang tubuhnya, pundaknya
reflek bergerak ke atas.
“Nikmatnya,”
desahnya pelan. Memanjakan diri sejenak itu memang menyenangkan. Namun
tiba-tiba ia mengerang. Pundaknya melorot ke bawah berusaha menghindar dari
tekanan rasa sakit yang menyerangnya begitu saja.
“Hoi! Hoi!
Bangun!!” Gadis berambut pendek itu membuka matanya perlahan. Siluet lampu
kamar membuatnya tidak begitu jelas melihat siapa orang yang sedang merunduk di
depan tubunya. Beberapa saat ketika pengelihatannya telah sempurna, ia mendengus
kesal. Memberi satu tinjuan pelan ke lengan kakaknya. “Berhentilah mengganggu
mimpi-mimpiku kak!” rengeknya.
Langganan:
Postingan (Atom)