Aku melihat
anak kecil itu baru bangun dari lelap tidurnya semalam. Dia berbeda saat
matahari sudah berada dipuncak langit. Wajahnya lusuh dengan bekas liur yang
membentuk garis lurus di sudut bibir. Ia menguap, membuka mulutnya lebar-lebar.
“Hey!!” pekikku. Tanpa merasa
bersalah dia membuka mulutnya di depanku yang tengah menikmati es buah sambil
menonton dvd kesukaanku.
“Ada apa?” balasnya dengan wajah
datar. Aku memutar bola mataku. Memang susah mengurus anak kecil ini sendirian.
Terlebih dia masih belum mengakuiku sebagai kakak angkatnya semenjak kakaknya
meninggal. Baginya aku hanya pelayan, seorang pengasuh sekaligus pembantu yang
harus menyediakan semua permintaannya. Sarapan, makan siang, makan malam,
sekolah, dan membereskan semua mainan yang ia geletakan begitu saja setelah
lelah bermain.
Aku menggiringnya ke kamar mandi. Dia menurut dengan tetap menenteng bola plastiknya. Melepas pakaian dan melemparkannya begitu saja dilantai sepanjang koridor. “Hey jangan buang bajumu disini!! Kalau kau ingin, buang saja di tong sampah!!” gerutuku. Dia menoleh sambil tertawa, dan aku yakin dia pasti sengaja membuang celana dalam.
Aku menggiringnya ke kamar mandi. Dia menurut dengan tetap menenteng bola plastiknya. Melepas pakaian dan melemparkannya begitu saja dilantai sepanjang koridor. “Hey jangan buang bajumu disini!! Kalau kau ingin, buang saja di tong sampah!!” gerutuku. Dia menoleh sambil tertawa, dan aku yakin dia pasti sengaja membuang celana dalam.