Sabtu, 12 Oktober 2013

Antara Ada dan Tiada (Bagian dua)


Aku melihat anak kecil itu baru bangun dari lelap tidurnya semalam. Dia berbeda saat matahari sudah berada dipuncak langit. Wajahnya lusuh dengan bekas liur yang membentuk garis lurus di sudut bibir. Ia menguap, membuka mulutnya lebar-lebar.

            “Hey!!” pekikku. Tanpa merasa bersalah dia membuka mulutnya di depanku yang tengah menikmati es buah sambil menonton dvd kesukaanku.

            “Ada apa?” balasnya dengan wajah datar. Aku memutar bola mataku. Memang susah mengurus anak kecil ini sendirian. Terlebih dia masih belum mengakuiku sebagai kakak angkatnya semenjak kakaknya meninggal. Baginya aku hanya pelayan, seorang pengasuh sekaligus pembantu yang harus menyediakan semua permintaannya. Sarapan, makan siang, makan malam, sekolah, dan membereskan semua mainan yang ia geletakan begitu saja setelah lelah bermain.
            Aku menggiringnya ke kamar mandi. Dia menurut dengan tetap menenteng bola plastiknya. Melepas pakaian dan melemparkannya begitu saja dilantai sepanjang koridor. “Hey jangan buang bajumu disini!! Kalau kau ingin, buang saja di tong sampah!!” gerutuku. Dia menoleh sambil tertawa, dan aku yakin dia pasti sengaja membuang celana dalam.

Jumat, 13 September 2013

My second anthology

My story as a winner in the category of favorite stories, competitions PNE Award Faculty Psychology Muhammadiyah Jember University.
 
*PELANGI LUNAR - Insan Gumelar Ciptaning Gusti*
 
 

Cover

Pelangi Lunar
 

My first anthology

Story as the winner of the theme to 16th, competitions Anthology YUI Lovers Indonesia, 2013. On page 129.
 
Berisi cerita-cerita pendek yang berasal dari judul lagu milik YUI disetiap temanya.
 
Cover


Kukembalikan pada Kenyataan



Sabtu, 07 September 2013

Antara ada dan tiada


                Aku akan bercerita dan bukan mendongeng, jadi aku tidak akan menggunakan kata ‘pada jaman dahulu kala, dulu nan jauh disana, alkisah’ dan sejenisnya.

                Kali ini aku akan bercerita tentang tiga orang anak manusia yang hidup di dua daratan, dua waktu, di tiga lokasi berbeda. Dan yang mengesankan mereka tak saling kenal, tak pernah bertemu, tapi mereka berusaha untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain dengan hanya berpegang pada topeng yang melapisi wajah mereka. Aku yakin, tiga manusia ini tidak ada yang mengetahui siapa mereka sebenarnya. Mungkin salah satu dari mereka adalah seorang teroris yang menyamar menjadi anak sekolah berusia 17 tahun. Atau malah seorang narapidana yang menyamar. Dimana saat seluruh barisan barikade polisi sibuk mencarinya, dia malah asik bersantai diatas sofa empuk sambil menikmati segelas martini mewah ditangannya.

Sabtu, 27 Juli 2013

Nano Nano

            “Siapa yang kau perhatikan dari tadi? Anak baru itukah?” Aku berdeham. “Aku rasa aku pernah melihat orang itu, seperti sudah mengenalnya lama.” Kukaitkan jemariku untuk menopang dagu. Laki-laki itu, aku seperti mengenalnya. Cara dia tertawa, memukul kepala temannya, caranya duduk dengan kaki kanan yang dilipat, tapi siapa–
“Hey, kau melamun? Kau pasti sedang memikirkan anak baru itu kan?”
            “Tidak. Aku hanya sedang berpikir obat apalagi yang harus kuminum.” Dia mengerutkan dahi. Mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahiku. “Kau tidak panas.”
            “Aku memang tidak panas. Siapa yang bilang aku panas? Aku hanya ingin mengganti obatku. Aku rasa, obat yang sekarang kurang ampuh,” tukasku.
            “Serangan itu masih sering muncul?”

Selasa, 26 Maret 2013

Tokyo~ I Remember You

              Brakk.. Satu koper besar berhasil keluar dari lemari kayu akhirnya. Membongkar semua isi kamar hanya untuk mencari setumpuk komik yang menurutnya itu amat sangat penting.
              “Bawa apa lagi ya?” serunya pada dirinya sendiri. Memutar pandangannya ke pojok-pojok kamar yang menjelma menjadi kapal pecah. Seretan kardus besar yang membuyarkan lamunan Gaby sesaat ketika Vera masuk dan menyaksikan bencana di kamar Gaby.
              “Ya Tuhan, Gab, kamu mau pindah apa mau liburan?” Matanya mengerling heran. Gaby malah tertawa dan terus menge-pack barang-barang bawaannya. “Yang kamu bawa itu apa? Baju atau komik? Kamu mau pakai baju dari kertas komik?”
              “Tenang aja Veraku yang cerewet, aku bawa koper dua kok. Yang ini pakaian, yang ini komik sama keperluan yang lain.” Jelasnya sambil menunjuk satu koper besar di atas ranjang.

I'll Be There


                        ======

          “HOKKAIDO I’M COMING!!” teriaknya keras setelah mendarat dengan selamat sentosa di Bandara Narita, Tokyo. Merefleksikan badan dan pantatnya beberapa saat di resort kecil sambil menikmati secangkir teh hangat lalu melanjutkan perjalanan ke Bandara Haneda dan segera take off ke Hokkaido. Membuang pandangan ke kaca pesawat dengan kedua tangan menempel di kaca. Kepulan awan-awan putih menguasai langit yang cukup cerah. Lebih tenang tanpa deruan suara-suara kendaraan, burung-burung seolah menantang kecepatang dan menyindir bahwa di bisa terbang tanpa bantuan benda dingin.
           “Setengah jam lagi.. Hokkaido… Hokkaido… Hokkaido,” gumam Rin sedari tadi.

Selasa, 19 Februari 2013

Berjalan Menuju Pelangi


Kadang otakku dipenuhi dengan khayalan-khayalan akan masa depan. Melakukan perjalanan yang panjang, berkeliling dunia. Bertemu dan menatap wajah-wajah yang berbeda. Mengunjungi tempat-tempat indah yang menakjubkan. Bermimpi hidup seperti mercusuar yang menerangi pinggiran pantai dari kegelapan. Aku tertawa.

          Aku berharap suatu saat nanti kita berdua bisa saling memahami. Saling mengerti dan dapat saling mengisi. Disaat aku bisa menjadi dirimu dan kamupun bisa menjadi diriku. Bukankah saat itu akan menjadi saat yang sangat berbeda? Banyak kontradiksi yang akan terjadi. Sebuah pertarungan melawan sesuatu yang telah berjalan dalam waktu panjang. Sebuah mimpi yang akan terwujud dari sebuah ketidakyakinan, apa itu masuk akal?

Minggu, 17 Februari 2013

Ku kembalikan pada kenyatan

          Ergo, tetangga baruku yang menyenangkan. Murah senyum, pintar, dan mampu menarik perhatian kaum hawa seperti biasa. Termasuk aku yang sudah terjaring oleh kebaikkannya. Baru sekitar dua bulan dia menempati kamar nomer 20 yang sudah lama kosong. Seolah gak peduli dengan gossip yang beredar, dia mengambil kamar itu. Padahal kakek sudah menawarinya kamar lain yang lebih terurus, tapi dengan sopan ia menolaknya. Bagiku dia laki – laki dewasa yang menarik. Apa karna jurusan kuliah kami sedikit ada kaitannya. Dia mahasiswa jurusan arsitektur dan aku sendiri design interior.  Setengah tahun lagi, kurang setengah tahun lagi kami berdua di wisuda. Aku harap saat itu semua berjalan lancar.
                                                                            ***
          Ku tutup pintu dan ku kunci. Di ujung tangga, laki – laki itu sudah berdiri seperti biasa

Jumat, 15 Februari 2013

Tōkyō tawā

 
            Masih seperti biasa. Aku selalu datang terlalu pagi ke sekolah. Meskipun inginku datang lebih siang, tapi tetap saja pagi. Keempat temanku inilah yang membuatku bersemangat datang ke sekolah. Kebersamaan dengan mereka sungguh menyenangkan. Saat susah dan senang, ya meskipun terkadang kami bertengkar tapi itu tidak bertahan lama. Sebut saja mereka Sifa, Rasti, Ema, dan Mitha.
            Sifa, dia merupakan adik bagi kami. Usianya yang paling muda dan tingkahnya masih sering kekanak-kanakan. Rasti, dia satu-satunya anak berkerudung diantara kami, dia pintar, tapi kalau diajak bicara pasti paling bolot. Entah kenapa, kalau pelajaran dia cepat mengerti, tapi saat diajak bicara selain pelajaran dia yang paling lama mengerti. Beda lagi dengan Ema dan Mitha. Kalau Ema, dia dengan mudahnya menemukan topik atau hal yang membuat kami tertawa. Wajahnya yang merah saat disinggung tentang pacarnya, menjadi bahan utama kami untuk menggodanya. Dan yang terakhir, Mitha. Orang paling pendiam. Beda dengan kami berempat yang lebih mirip dengan orang abnormal kalau sudah berkumpul. Mitha lebih sering tersenyum daripada tertawa. Tulisannya yang paling rapi menjadi ciri khasnya.

Rabu, 13 Februari 2013

A Promise

         Saya sudah siap dengan celemek pink yang melindungi badan saya dari noda-noda manis seperti biasa. Berbagai bentuk cetakan cokelat sudah saya siapkan. Hari ini, dua hari sebelum pertemuan itu. Saya memilih rasa blueberry, rasa kesukaannya. Dan beberapa rasa lainnya yang akan saya campur dan saya letakkan di etalase toko.
            Saya mempunyai sebuah toko cokelat dan cupcake yang cukup laris di wilayah kampus. Hari valentine dan Natal menjadi puncak keberuntungan saya dalam setahun. Bagaimana tidak, dihari-hari biasa, saya hanya bisa menjual beberapa ratus cupcake atau coklat hanya dalam model-model tertentu. Tapi saat Natal dan valentine, saya bisa menjual seribu lebih cokelat ataupun cupcake dalam berbagai model. Saya suka cokelat, membuat coklat merupakan hobi yang saya jadikan lahan bisnis.

Senin, 11 Februari 2013

HELL [!]

“Aku benci kakak!!” teriakku geram dihadapan perempuan yang umurnya sekitar dua tahun lebih tua dariku. Mataku menatapnya. Wajah lembut itu terkadang membuatku merasa kesal sendiri, aku benci sikapnya yang sok baik. Ku hentakkan kakiku keluar dari kamarnya menuju kamarku sendiri yang hanya bersebelahan dengan kamarnya. Pintu kubanting keras. Semua buku pelajaran tak luput dari kemarahanku.
“Aku benci kakak!!!” teriakku lebih keras.

Kamis, 07 Februari 2013

I Loved Yesterday

 
Aku mencintai kehidupanku yang lalu, mengharapkan kehidupan itu dapat kembali. Benar, aku mencintai hari-hariku yang telah berlalu, hari-hariku kemarin. Menurutku, kemarin lebih menyenangkan daripada sekarang ataupun besok, yang masih menjadi misteri. Enam belas tahun lalu. Ya, kurang satu tahun lagi umurku genap tujuh belas tahun. Dalam relung jauhku, aku bertanya: Apa sudah yang kulakukan dalam enam belas tahun hidupku? Kupeluk erat kedua kakiku yang mulai gemetar berinjak pada kehidupan.
            Kutenggelamkan wajahku dalam washtafel. Kubuang pikiran pendekku di perjalanan keluar dari kamar mandi sekolah. Apa yang akan kudapatkan setelah ini?

Selasa, 05 Februari 2013

EMPTY

FIRST DAY                                         
              Benarkah ini sudah jam enam pagi? Aku sudah setengah jam berdiri dengan bahu penuh beban di pinggir jalan. Mataku memandang jauh ke ujung kanan dan kiri jalan. Semua tampak gelap, sepi, dan penuh kabut. Lampu kendaraan yang terang terkesan tak mampu memecah kepekatan kabut hari ini. Tubuhku menggidik sesekali menahan dingin yang terus menerpa tubuhku. Kota aneh, pikirku sekilas. Ya, aku baru saja tiba dari luar kota. Hobiku sebagai fotografer memaksaku mencari lokasi-lokasi yang berbeda. Daripada tempat wisata, aku lebih suka pergi ke tempat yang ekstrim, tempat yang kata orang menakutkan, berbahaya, penuh teror, atau apalah itu. Aku tak peduli.

Rabu, 30 Januari 2013

Time AFTER Time



            Kipas angin masih berputar dilangit – langit ruang musik. Memainkan satu persatu tuts hitam putih yang berjajar rapi diatas piano kayu berwarna coklat. Terletak di pojok ruangan. Selalu mencuri perhatian setiap orang yang masuk pertama kali. Daya tariknya menjadi kunci ketenangan ruang musik paling atas di kampus seni swasta ini. Aku terdiam. Aku tak menyangka, kemampuannya berkembang sehebat ini. Aku merasa dia telah jauh berubah. Dia terlihat seperti seorang pianis professional.
              “Ken!” panggilnya dengan suara tinggi. Aku terhentak kaget. Ku tarik senar ke enam cukup kencang. Segera ku alihkan pandanganku ke Maura, seseorang yang kukatakan mirip pianis berbakat. “ada apa sapi?” jawabku pelan. “kamu kenapa? Ngelamun? Aku gak denger satupun nada dari gitarmu”, aku hanya tertawa garing. Aku sering memanggilnya dengan sebutan sapi, entah kenapa, sejak aku duduk di bangku smp, aku sudah memanggilnya sapi. Mungkin karna tubuhnya yang gempal dan nama panggilannya maw mow mow sapi. Entahlah.

Minggu, 27 Januari 2013

Selvia Maggie


              Saat aku tiba di kelas, gadis itu sudah berada diposisi tidurnya seperti biasa, dengan tangan sebagai bantal diatas meja. Aku selalu berpikir apa dia seorang pelajar yang bekerja paruh waktu atau tidur adalah salah satu dari hobinya. Masa bodohlah dengan itu. Aku duduk, tiga bangku lebih belakang dari gadis yang sering dipanggil om oleh teman-temannya. Om? Panggilan yang sama sekali tidak ada hubungannya untuk seorang gadis seperti dia, yang aku tahu.
              08.30. Pergantian jam pelajaran baru saja dimulai. Wajah itu berubah. Tawaan yang tadi menghiasi wajahnya berubah drastis, muncul ketakutan, kekhawatiran, atau sejenisnya. Ini pelajaran biasa, hanya pelajaran biologi, tapi kenapa dia sangat resah? Aku membuang pikiran dan semua pertanyaanku jauh-jauh, “Itu dunianya, itu juga urusannya. Lalu untuk apa aku yang peduli?” Guru berwajah lucu itu masuk. Memanggil satu persatu nama lalu disuruhnya maju. Aku meliriknya sekilas, dia semakin gugup, itulah yang aku dapatkan.

Sabtu, 26 Januari 2013

Delete OR Save [?]

              Pagi ini adalah hari yang istimewa untukku yang mungkin bagi orang lain tidak. Hari dimana aku akan di interview di sebuah kantor berita. Keinginan yang teramat besar untukku sejak kecil. Ya, menjadi seorang reporter atau pembaca berita yang sering muncul di televisi. Bagiku pekerjaan itu terlihat keren. Dengan baju rapi, bicara tegas, terlihat begitu berwibawa dan berintelektual tinggi. Itu pemikiran masa kecil yang aku bawa hingga sekarang. Sedikit memalukan, tapi aku suka.

Rabu, 23 Januari 2013

Roda

01.45 PM
            Hidup ini memang berat!, pikirku sekilas saat beristirahat di pinggir jalan sambil meneguk air mineral beberapa kali. Cuaca yang cukup panas membuatku merasa seperti terbakar. Aku sangat membutuhkan air untuk sekedar membasahi tenggorokanku. Jangan sampai aku jatuh pingsan karna dehidrasi dan mengacaukan semua pekerjaanku. Anak tunggal yang di buang orang tuanya. Mungkin itu pernyataan yang tepat untuk hidupku sekarang.  Hidup di kota serba mahal, jauh lebih menyusahkan daripada hidupku yang dulu. Semua gara-gara kebodohanku. Hahh, kuhela nafas panjang, mengingat keputusan bodohku yang pada akhirnya malah balik menyusahkanku sendiri.

Senin, 21 Januari 2013

AR & FR

             Lapangan sepak bola cukup membuat telinga sakit karena kebisingan yang semakin memuncak ketika segerombolan murid-murid cewek berteriak sangat histeris. Pertandingan final antar sekolah ini sudah sering diadakan, Draxton High School selalu mendapatkan gelar sebagai juara bertahan, dan kali ini pun Draxton tak mau kalah dan membuang gelarnya di bidang olahraga begitu saja. Fram, Si kapten menggiring dan mengoper bola dengan begitu lihai. Tak aneh jika dia dipilih sebagai kapten sepak bola sekolah. Teriakan penyemangat mengiringi setiap tendanganya. Bola meluncur ke arah gawang, skor tercipta. Tawa bangganya terlihat jelas saat berlari mengelilingi tengah lapangan, berlagak seperti pemain Barclays di televisi. Pertandingan berakhir dengan skor 4-2 atas Draxton.

Minggu, 20 Januari 2013

Life Smiling

Tak terasa waktu sudah berjalan sejauh setengah tahun lamanya. Sementara aku masih di sini. Masih harus menghabiskan sisa waktuku di kota besar yang mungkin tak bersahabat. Aku, seorang murid SMA yang dipaksa jauh dari keluarga. Jauh dari bagian yang kuanggap penting. Dan lagi, mungkin memang sudah waktunya aku harus menjalani hidup yang baru.